WahanaNews - Gorontalo | PT PLN (Persero) berkomitmen mempercepat transisi energi Indonesia dengan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Dua potensi besar EBT yang saat ini tengah digarap PLN adalah pembangkit listrik berbasis panas bumi ( geothermal) dan air ( hydro) yang punya potensi besar untuk menggantikan pembangkit berbasis batu bara.
Baca Juga:
Gendeng Indomobil, PLN Icon Plus Siap Kolaborasi Wujudkan Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik
Pemerintah telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen tahun 2030 dan mencapai net zero emission pada 2060. Dalam hal ini sumber daya EBT Indonesia yang melimpah perlu segera dimaksimalkan pemanfaatannya untuk pengadaan energi bersih.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menyatakan, PLN mendukung penuh komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi karbon. Sehingga agenda transisi ini penting tidak hanya demi mendapatkan energi bersih tetapi juga shifting dari energi fosil yang basisnya impor ke EBT yang basisnya domestik.
Disinilah peran penting pemanfaatan sumber daya air dan panas bumi untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM), dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Baca Juga:
Gendeng Indomobil, PLN Icon Plus Siap Kolaborasi Wujudkan Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik
“Indonesia adalah salah satu negara dengan potensi EBT terbesar di dunia. Memang harus diakui, tantangan pengembangan EBT ini besar karena dari sisi proses pembangunannya lama. Sehingga butuh kajian kelayakan yang beragam dan perencanaan yang matang,” kata Darmawan dalam Seminar Geothermal & Hydropower Pengembangan EBT Baseload melalui Pembangkit Geothermal dan Hydropower dalam Rangka Transisi Energi di Bali, Kamis (22/9/2022) lalu.
Darmawan menjelaskan, potensi air di Indonesia sebesar 75 gigawatt (GW), tetapi pemanfaatannya baru sekitar 5 GW atau 6,5 persen. Sedangkan potensi panas bumi sebesar 29 GW, terbesar kedua di dunia, dengan pemanfaatan yang baru sekitar 2,2 GW atau 7,5 persen.
"Artinya, masih banyak ruang untuk kita lakukan pengembangan,” jelas Darmawan.