Gorontalo.WahanaNews.co, Kota Gorontalo - Penjabat Gubernur Gorontalo, Rudy Salahuddin, menyebut bahwa kajian sesar aktif di wilayah Gorontalo yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dapat berfungsi sebagai mitigasi risiko bencana.
"Ini nantinya sebagai dasar kita dari Pemerintah Provinsi Gorontalo sebagai dasar pengambil keputusan ke depannya, dan juga mitigasi risiko apabila terjadi gempa," ucap Rudy Salahuddin usai bertemu Plt Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG Rahmat Triyono di Gorontalo, Senin (2/9/2024).
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Ia mengatakan bahwa sejarah menunjukkan pada 22 Desember 1939 terjadi gempa besar di Gorontalo dengan magnitudo 8,0. Selanjutnya gempa besar lainnya terjadi pada 18 April 1990 dengan magnitudo 7,3, pada 20 Juni 1991 dengan magnitudo 7,2.
Selain itu gempa bumi signifikan di Gorontalo terjadi pada 25 November 1997 dengan magnitudo 7,0, pada 17 November 2008 dengan magnitudo 7,7 serta pada 15 Juli 2017 dengan magnitudo 6.0.
Menurut Rudy, kajian yang dilakukan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika harus dapat dimanfaatkan untuk mitigasi risiko kedepannya.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
"Ini perkiraan (kajian) sampai bulan Desember dan kita berharap nanti di Januari kita bisa mendapatkan hasilnya dan itu akan kita sosialisasikan semua ke masyarakat," kata Rudy.
Pada kajian itu BMKG turun bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Geologi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Institut Teknologi Bandung (ITB).
Serta Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY), dan Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG) yang difasilitasi melalui pendanaan penuh World Bank melalui program Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project (IDRIP).
Survei lapangan di wilayah Gorontalo secara umum akan dibagi menjadi beberapa tahap yang meliputi survei pendahuluan, akuisisi data lidar, geologi permukaan, dan geofisika.
Kegiatan itu dimulai pada bulan September hingga Desember 2024 di wilayah Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, dan Kabupaten Bone Bolango.
[Redaktur: Patria Simorangkir]