Ia menganggap, program co-firing biomassa adalah langkah tepat karena mampu meningkatkan bauran EBT sekaligus memanfaatkan aset pembangkit yang dimiliki PLTU. Program ini sendiri ditargetkan menyumbang 3,5% bauran EBT dengan memanfaatkan 10,2 juta ton biomassa untuk 52 PLTU batu bara di tahun 2025.
“Kami perlu membangun rantai pasok yang terintegrasi. Mulai dari unit-unit di daerah, anak perusahaan, hingga masyarakat. Mulai dari penanaman hutan, pengangkutan, hingga pemanfaatan dalam PLTU-nya,” jelas Wiluyo.
Baca Juga:
PLN Raih Penghargaan di Bidang Kemanusiaan & Penanganan Covid
Adapun PLN telah melakukan uji coba co-firing di 47 PLTU. Sampai pertengahan Juni 2022, sudah ada 32 PLTU yang menggunakan biomassa dan ditargetkan mencapai 35 PLTU di akhir tahun. Langkah tersebut akan menghabiskan 540 ribu ton biomassa dan mengurangi emisi karbon sebesar 529 ribu ton.
“Dalam menjaga keberlanjutan pasokan melalui pendampingan, perencanaan, pengelolaan, hingga komersialisasi ke masyarakat akan memberikan multiplier effect pada daerah melalui peran serta masyarakat,” jelas Wiluyo.
Menurut catatan dari Kementerian ESDM, sejauh ini PLN sudah melaksanakan ujicoba co-firing pada 26 PLTU dengan porsi biomassa 1-5%. Mereka menyatakan, kapasitas total listrik yang dihasilkan dari co-firing PLTU PLN mencapai 18 gigawatt (GW) pada 2024.
Baca Juga:
PLN-Pemprov Kalbar Siap Bersinergi dan Berkolaborasi Tingkatkan Layanan
Dari 26 lokasi pelaksanaan ujicoba PLTU, sebanyak 13 PLTU telah menerapkan implementasi co-firing biomassa secara komersial. Adapun PLTU telah menerapkan co-firing diantaranya PLTU Painton (800 MW), PLTU Rembang (630 MW), PLTU Suralaya (1.600 MW), PLTU Pelabuhan Ratu (1.050 MW) serta PLTU Lontar (945 MW).[mga]